Setelah Ratu Victoria melarang bullbaiting, anjing ini pun dikembangbiakan untuk pertarungan di dalam pit (arena tarung). Itulah sebabnya anjing ini sering disebut pitbulldog atau disingkat pitbull atau pitdog. Pada awal perkembangan pitdog di AS, banyak orang yang menggunakannya untuk berjudi dengan cara mengadu anjing tersebut.
Soal ini bahkan sempat difilmkan oleh oleh sutradara Spanyol Alejandro Gonzalez Inniaritu dalam film Amores Perros. Ceritanya, Octavio pemilik anjing bernama Cofi, menyertakan Cofi dalam ajang adu anjing brutal untuk mengumpulkan uang demi rencana jangka panjang affair-nya dengan Susana yang sebenarnya adalah istri dari kakak kandungnya.
Di Indonesia, juga ada adu anjing dengan hewan lain. Namun jenis anjing yang digunakan adalah pit kam. Anjing "pit kam" adalah hasil kawin silang American Pitbull atau American Straffordshire Terrier dengan anjing kampung. Anjing perkasa ini tidak diadu dengan bantengatau beruang, melainkan dengan bagong (babi hutan) dan lebih terkenal dengan sebutan adubagong.
Pertarungan hidup mati ini, diduga sudah ada sejak tahun 1960-an. Bermula dari keluhan petani yang hasil kebunnya diganggu bagong, mereka mengatasinya dengan cara memburu binatang ini dengan bantuan kawanan anjing. Cara perburuan ini dirasa memerlukan metode dan pelatihan bagi anjing pemburu. Bagong yang tertangkap kemudian dipelihara sementara untuk bahan latihan anjing. Lama-kelamaan, suasana pelatihan dan pertarungan anjing pemburu dengan babi latih itu menjadi tontonan ramai. Beberapa kelompok warga desa mulai khusus memelihara anjing aduan itu untuk pelatihan adu bagong. Acara ini pun akhirnya menjadi semacam "tradisi". Adu bagong dianggap menjadi acara berkala, pengisi senggang hari libur dan hari besar tertentu.
Berbeda dengan di luar negeri yang melarang bullbaiting dan bearbaiting, adu bagong tidak pernah dilarang di Indonesia. Meski banyak ditentang berbagai kalangan, acara ini tetap bisa dijumpai, misalnya di Ciamis, Cileunyi, Ujungberung, Banjaran, Cikalong, Nagreg, Pangalengan, dan Bayongbong Garut. Semuanya di Jawa Barat. Tak jelas kapan adu anjing mulai dilakukan di Indonesia. Namun yang pasti, Pitdog mulai masuk ke Indonesia pada 1980-an. Saat itu yang banyak didatangkan adalah jenis black nose. Sekitar 1990-an beberapa hobiis mulai mendatangkan pitdog red nose.
Ada 25 aturan yang berlaku secara umum di dunia dalam adu anjing, diantaranya; Harus sejenis (jantan dengan jantan), beratnya dari 15-20, 20-25 kg, dilakukan medical check-up sebelum pertandingan, harus ada tim medis, dilakukan selama 15 menit, dan jika menggigit ke arah kaki, dalam waktu 30 detik harus dipisah. “Jika tidak kakinya bisa patah,” kata Tony Jusuf, Seorang penangkar anjing. Selain itu, pitdog yang ditarungkan harus berumur 2 tahun atau lebih.
Dogfighting
Karena penasaran, akhir pekan lalu Trust menyaksikan sendiri gametest. Dengan diantar seorang kawan –sebut saja Budi, kami melaju ke kawasan Cilangkap. Sore itu, di depan sebuah rumah mewah, lima mobil beraneka merek diparkir. Namun, tak terlihat batang hidung seorang pun di teras depannya. Tak ada tawa anak kecil yang ditingkahi suara perempuan yang sibuk bergosip layaknya arisan. Tak pula terlihat wajah-wajah sendu memendam kesedihan layaknya melayat ke rumah duka. Sepi saja, hanya beberapa ekor kupu-kupu mencumbu bunga mawar di taman yang meriahkan suasana.
Tak usah heran, meski hanya gametest adu anjing tidak pernah dilakukan secara terbuka. Boro-boro melegalkan, sampai detik ini adu anjing masih bersifat underground. “Jangankan adu anjing, adu ikan cupang saja yang tidak pake judi digrebek resikonya besar sekali,” kata Budi.
Di halaman belakang rumah, terdapat sebuah tangga menurun menuju ruang bawah tanah. Cukup luas untuk menampung 7 orang di dalamnya, plus beberapa kandang dan sebuah pit berukuran 4X4 meter dengan tinggi 80 cm. Ring khusus itu bisa dibongkar pasang dalam waktu 10 menit. Alasnya menggunakan karpet warna biru yang dipaku di sisi-sisinya agar kokoh.
Seekor pitdog dikeluarkan dari kandang. Di lehernya melingkar seutas rantai yang dikendalikan seorang pria bermata sipit, sebut saja Doni. Pitdog bernama Jack itu tak melawan ketika digiring ke pinggir pit. Di sudut lain, Stone juga sudah berdiri di pinggir pit, sibuk menjilat tangan tuannya, sebut saja Arman.
Kedua anjing ini tampak tenang. Tak sekalipun gelisah terlihat dari sikap Jack dan Stone. Hanya geraman yang terdengar, itu pun hanya sesekali.
Taklama, Jack dan Stone digiring pemiliknya ke dalam pit. Seorang lelaki beranjak mendekati pit sambil menggenggam tas tangan berwarna hitam. Isi tas itu bukan laptop tapi obat-obatan.
Sejurus kemudian, rantai Jack dan Stone dibuka, tapi keduanya tak lantas dilepas begitu saja. Kedua pemiliknya merangkul piaraannya. Jack dan Stone saling menatap, namun tetap tenang. Mulut keduanya terbuka menjulurkan lidah dalam sikap yang normal. Stone tidak menggeram dan memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Sementara, Jack 2 kali menakuti lawannya dengan memperlihatkan gigi-giginya. Bulu kuduk keduanya menegang, namun hanya sekejap.
Penonton mulai riuh. 4 orang yang lain, mulai mengerumuni pit dari jarak 1 meter. Bau asap rokok bercampur bau anjing yang khas. Meski begitu udara tidak terasa pengap, sirkulasi udara di ruangan bawah tanah itu cukup lancar. “Ini anjing petarung, bukan anjing hias. Jadi tidak perlu diberi parfum,” kata Budi sambil berbisik.
Seorang penonton tanpa dikomando maju ke depan dan bersiap memberikan aba-aba. Dengan kibasan tangannya, Doni dan Arman mulai melepaskan anjing-anjingnya. Jack dan Stone langsung meloncat menerkam lawannya masing-masing. Di tengah pit, mereka mulai bergumul, keduanya mengincar bagian vital lawannya, leher dan kaki. Sorak penonton semakin riuh. Masing-masing meneriakan nama dan menyemangati jagoannya.
Satu menit berlalu, pertarungan tetap dalam jarak yang rapat. Dua kaki depan saling mencakar muka lawan dan menepis gigitan lawan. Stone menggunakan kedua kakinya itu untuk menepis taring Jack yang mengarah ke lehernya. Meski luput, tak urung taring Jack yang melengkung melukai dahi Stone. Kaki kanan bagian depannya pun tersayat. Darah mulai menetes dari bagian yang terluka itu. Namun Stone tak nampak gentar. Ia balas melawan dengan sabetan sepasang taringnya yang melengkung lancip. Kali ini, gigitan mautnya mengenai moncong Jack. Namun secepat kilat Jack yang berusia 2 tahun ini mengelak. Tak ayal, moncongnya sobek sedalam kurang lebih setengah senti.
Penonton makin panas. Teriakannya malah lebih heboh dari kedua petarung. Saat bertarung, pitdog memang hampir tidak mengeluarkan suara, meski geraman sekali pun.
Tiga menit sudah pertarungan berjalan. Belum kelihatan siapa yang bakal keluar menjadi pemenang. Jack dan Stone tak kelihatan lelah. Meski terkenal kuat menahan sakit dan memiliki kemampuan tempur yang kuat, setiap gametest, dibatasi hanya 15 menit. Ini untuk memperkecil risiko korban di kedua belah pihak. Namun ini bisa menjadi waktu karet, tergantung ego pemiliknya. “Kadang, pemilik membiarkan anjingnya bertarung sampai mati,” bisik Budi.
Memasuki menit ketujuh, Stone tampak mulai menguasai pertarungan. Taringnya sempat menyayat kaki depan sebelah kiri Jack. Luka menganga itu mengucurkan darah kental kehitam-hitaman. Sejurus kemudian, taring Stone berhasil mencengkram leher Jack. The Locking Jaw! Untuk kali pertama Jack meraung, namun suaranya terdengar bagai dengusan saja. Dirinya terkunci dalam posisi tidak bisa menyerang balik. Mirip gulat, ketika posisi sang lawan terkunci, disaat itulah sang pengunci dinyatakan sebagai pemenang. Wasit memberikan tanda pertandingan usai. Stone menang, meski tubuhnya pun berlumuran darah. Pemilik Stone dan Jack menghambur ke dalam pit. Keduanya membawa breaking stick untuk membuka gigitan Stone.
Tak mudah membuka The Locking Jaw. Ini adalah jenis gigitan yang hanya dimiliki pitdog, 3 kali lebih mematikan daripada gigitan rottweiler! Jenis gigitan ini mengombinasikan antara jepitan taring atas dan bawah yang saling mengunci dengan struktur rahang yang mirip kepala ular kobra, kuat dan keras. Jangankan daging atau tulang, ban mobil Panther atau Kijang pun bolong dibuatnya. Konon, banteng ngamuk seberat 1 ton mampu dirobohkan pitdog yang bobotnya hanya 30 kg dengan gigitan ini dalam bullbaiting. Setelah The Locking Jaw (gigitan hiu) bisa dilepas, kedua anjing ini dipisahkan.
Seorang lelaki yang sedari tadi berdiri di pinggir pit, merangsek ke dalam sambil menjinjing tas. Ia segera memberikan pertolongan pertama untuk menghentikan pendarahan dari leher Jack. Anjing itu hanya mendengus, matanya tak memancarkan rasa sakit meski gigitan Stone menembus sedalam 5 senti dan hampir merenggut nyawanya. “Kekuatan yang melegenda, gameness (pantang menyerah) dan kemampuan untuk menahan rasa sakit yang tinggi merupakan nilai lebih pitdog,” ujar Budi.
Lain Jack, lain pula Stone. Meski dahi, kaki kanan bagian depan, dan punggungnya terluka, Stone masih mampu menggeram layaknya pahlawan. Lukanya memang tak separah Jack. Meski begitu, ia tetap mendapat pengobatan.
Seorang lelaki berpostur tinggi besar, sebut saja Herman menghampiri Arman. Keduanya tampak berbicara serius. Sesaat kemudian, mereka berjabat tangan. Dengan Rp 30 juta, Stone mempunyai majikan baru. Harga yang pantas buat jawara pit 3 kali berturut-turut.
Herman seorang pengusaha yang tinggal di Jakarta Selatan. Sejak 1997, ia jatuh cinta pada pitdog. Pasalnya saat Jakarta dilanda kerusuhan, tempat usahanya di Jakarta Pusat luput dari aksi penjarahan dan pembakaran. 3 ekor American Pit Bull Terrier (APBT) jenis red nose yang diimpornya dari AS 6 bulan sebelum riot itu berhasil menghalau setiap penjarah dan orang yang berniat jahat.
Di rumahnya, Herman sudah memiliki 4 ekor pitdog. Semuanya jawara pit yang ia beli Rp 20-40 juta. Setiap bulan ia merogoh Rp 4-6 juta untuk merawat dan memelihara anjing-anjing itu. “Saya punya pegawai khusus untuk merawat dan melatih anjing,” katanya. Sesekali ia mengadu anjingnya di pit. “Hanya untuk hobi bukan judi,” tegasnya.
Soal adu anjing terkadang memang bukan urusan uang. Selain hobi, adu anjing disadari atau tidak merupakan proses penyeleksian anjing unggul. Anjing yang memenangi pertarungan secara alami akan dikembangbiakan oleh pemiliknya. Sedangkan yang kalah tidak akan dikembangbiakan.
Salah satu kriteria memilih anjing petarung unggulan adalah melihat gameness-nya. Satu-satunya cara, seekor pitbull harus di uji-coba melalui pertarungan. Meski begitu, gameness tidak ada hubungannya dengan keberanian atau kemampuan bertarung. Tapi berhubungan dengan keteguhan hati, tekad yang keras tanpa mempedulikan apa yang telah dilakukan lawan terhadapnya. Turunan yang mempunyai tingkat gameness yang baik akan dikembangbiakan dan dijaga kemurnian darahnya, bahkan dipisahkan dari sesama jenisnya.
Soal ini, Tony Jusuf seorang penangkar anjing punya jawabannya. “Terus terang untuk mencari garis darah yang bagus, hanya ada 2 cara; DNA test dan gametest. Tes DNA terlalu mahal sehingga opsi kedua lebih dipilih,” jelasnya.
Gametest adalah adu anjing tetapi tidak sampai mati dan sama sekali tidak melibatkan judi. “Ini murni untuk melihat kemampuan anjing, keberanian, dan kemampuan bertarungnya,” katanya menambahkan.
Gametest berbeda dengan dogfighting. Dogfighting adalah pertarungan hidup mati dan tak jarang melibatkan judi. Sayangnya, soal ini Tony atau Herman tak mau buka mulut. “Kami tak pernah melakukan itu,” kilah mereka.
Dalam 1 bulan, digelar 3 sampai 4 kali gametest. Waktunya tak tentu, tergantung kesepakatan si pemilik. “Biasanya dilakukan akhir pekan,” kata Herman. Soal tempat pun berpindah-pindah, kadang di Cilangkap atau di Tanah Abang. Ternyata tak hanya di Jakarta, adu anjing pun kerap digelar di sejumlah kota lain, seperti Manado, Bandung, Surabaya, dan Yogya. “Tapi yang terkenal itu di Jakarta dan Yogya karena acaranya rutin,” kata Tony.
Latihan Anjing Petarung
Untuk menjadi petarung, seekor pitdog harus dilatih khusus sebelum masuk pit. Minimal ada 3 jenis latihan yang harus dilakukan; fisik, mental, dan jam terbang;
Latihan fisik dilakukan dengan treadmill dan weight pulling. Lihat saja latihan yang dilakukan Darkin, pitdog Thailand berumur 1 tahun milik Tony Jusuf. Kala disambangi Trust, Darkin sedang sibuk melatih kekuatan leher, gigitan, otot dada, dan otot kaki di halaman belakang rumah milik Tony Jusuf dengan metode weight pulling. Sebuah katrol digantung di sebatang tiang besi yang melintang sejajar. Di katrol itu dipasang tali, diujung satu diikat beban seberat 20 kg, ujung satunya lagi, sebuah ban motor bekas diikat. Darkin menarik-mundur ban motor itu sehingga beban seberat 20 kg itu pun terangkat naik turun. Sekitar 30 menit ia berlaku seperti itu. Setengah jam berikutnya, Darkin mulai berlari di atas treadmill, kadang lambat kadang cepat. Latihan diatas treadmill berguna untuk melatih kecepatan dan kekuatan otot kaki.
Untuk melatih mental, pitdog biasanya diajak mengitari lapangan seluas 2.000-3.000 m2 minimal 1 jam. Selain melatih keberanian menghadapi lingkungan, latihan ini juga dapat mencegah si anjing merasa bosan karena terus-menerus berada di dalam kandang.
Ada juga jenis latihan yang berfungsi untuk melatih mental dan membangun jam terbang. Caranya mengambil anjing kampung atau blasteran yang seukuran untuk dipertarungkan dengan pitdog. Kemenangan pada pertarungan pertama sangat berpengaruh pada mental anjing. Untuk menambah jam terbang, pertandingan-pertandingan berikutnya harus lebih terarah dan berbobot dengan menghadirkan anjing-anjing berkualitas sebagai sparing partner.
Jirung, Anjing Petarung Indonesia
Tony Jusuf telah mengembangkan jenis anjing baru. Sejak 2003 ia memulai pekerjaan besar. Mengembangkan jenis anjing baru yang khas Indonesia. “Pitdog petarung jaman dulu sudah hampir punah sehingga kami mencoba untuk menelusurinya kembali dan mencoba merekayasa ulang untuk menciptakan bloodline yang bagus,” kata ayah satu anak ini.
Untuk itu ia melakukan breeding terhadap 4 jenis pitdog; Italian pitdog, Thailand pitdog, Taiwan pitdog, dan American Pitbull Terrier (APBT) jenis black nose. Italian pitbull ( blacknose) memiliki poin unggul: temperamen sangat stabil, tekanan gigitan tinggi, struktur gigi rapat, tajam, dan kuat; Thailand pitdog (blacknose) memiliki keunggulan: agility tinggi, stamina kuat, nafas panjang, dan penggigit dada. Taiwan pitdog (blacknose) memiliki poin speed tinggi dan fighting behaviornya: neck-dog, nose-dog. Sedangkan (APBT) jenis black nose memiliki power besar. Pemilihan jenis anjing yang dibreeding ini diarahkan untuk gamedog.
Usahanya berbuah hasil. Tony berhasil menciptakan Indonesia Pitdog yang ia klaim memiliki ciri khas Indonesia. Namanya Jirung. “Selintas Jirung ini seperti anjing kampung,” katanya.
Jirung yang berasal dari akronim anjing petarung memiliki ciri khas dibanding pitdog. Secara umum Jirung adalah anjing medium breed (ukuran sedang) berkisar antara 20-24kg (utk betina) dan 24-32kg (utk jantan), balance/ seimbang, masing2 besar anggota tubuhnya proporsional, dengan tinggi berkisar antara 40-55cm. Jirung terkenal dengan lompatan atletisnya setinggi 2m dan kemampuan memanjat pagar.
Jirung mempunyai susunan gigi yang sangat rapat, dengan 4 taring melengkung ke belakang, gigi gunting depan seperti pahat, jumlah gigi 42 buah. Jirung juga mempunyai struktur rahang yang tebal,lebar dan otot rahang pipi lebar & sangat kuat, dengan kepala berbentuk segitiga, dan bagian atasnya rata. Bagian moncong berbentuk agak lancip kearah ujung, kuat dan keras. Tak heran jika hewan ini mampu menggigit benda sambil bergantungan selama 3 menit.
Lidah berwarna merah. Lehernya kokoh dan kencang, dada agak lebar (dua pertiga dada dibagi tinggi kaki. Badan agak pendek/ kompak/ short. Kakinya lurus dan kokoh dengan tulang bulat, tipikal cat-foot. Panjang ekor sedang.
Garis-garis otot dapat terlihat jelas pada bagian kepala, leher, dada, kaki, dan punggung. Jika dipegang, bagian-bagian tubuhnya terasa keras dan kokoh.
Jirung hanya mempunyai 3 warna: hitam,coklat dan putih bercak hitam/coklat.,berhidung hanya hitam (blacknose) dengan tipe bulu pendek dan kasar. Telinga pendek setengah berdiri atau rose ears (boleh alami atau dikupir), sedangkan warna mata hitam atau coklat kekuningan.
Jirung memiliki ciri khas seperti pitdog jaman dulu yang tenang, bersahabat, petarung yang stabil (Fighting dog breed), loyal, tahan sakit, memiliki kemampuan tempur yang kuat, dan bandel. Di sisi lain, Jirung adalah anjing pemberani yang memiliki tekanan gigitan berbahaya, dan tenang (tidak berisik ). “Jirung adalah anjing yang harus mempunyai gabungan dari 3K: Kecepatan, kekuatan dan kelincahan/kelenturan. Yang didalamnya terdapat kemampuan fisik yang tinggi, napas panjang dan toleransi menahan sakit yg tinggi,” ucapnya.
Bukan Karena Uang
“Ini bukan proses yang mudah, memakan waktu, biaya, dan tenaga, pemikiran, dan pengalaman yang panjang,” katanya. Sayang, ia tidak ingat berapa duit yang dirogohnya untuk menciptakan Jirung. Namun, sebagai gambaran, untuk mendatangkan ke empat anjing bagi keperluan breeding, ia telah merogoh kantung puluhan juta rupiah.
Tony mengaku obsesinya bukan karena uang. 8 ekor jirung ekor Jirung yang berhasil dikembangkannya, 6 diantaranya ia bagi-bagikan kepada teman-temannya di Jogjakarta, Surabaya, Bandung, dan Jakarta. “Motivasinya bukan uang, tapi sama-sama membangun trah ini,” kilahnya. Jika ada yang berminat untuk membantu usahanya ini, ia akan memberikan Jirung secara gratis, tambahnya.
Soal makan, Jirung tidak rewel seperti jenis anjing lain. Ia tidak harus selalu diberikan dogfood. Nasi dengan campuran daging tidak akan bermasalah bagi kesehatannya. “Namun sampai umur 1 tahun, sebaiknya gizi makanan harus diperhatikan, kata Tony.
Untuk lima ekor anjing di rumahnya, ia hanya mengeluarkan Rp 250 ribu untuk membeli dogfood bagi masing-masing anjing. Sedangkan untuk perawatan dan pelatihan, ia menggaji seorang pegawai khusus.
No comments:
Post a Comment