Thursday, April 1, 2010

Mengenal Profesi Pawang Hujan Lebih Dalam




Musim hujan bisa menjadi musibah dan berkah bagi sebagian masyarakat. Bagi para petani, hujan merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu. Namun, bagi orang yang punya hajat, hujan bisa dikatakan sebagai 'musibah'.

Namun musim penghujan juga merupakan berkah bagi orang yang mempunyai keahlian dalam menunda maupun memindahkan hujan. Orang-orang yang mempunyai keahlian ini biasa disebut sebagai pawang hujan.

Dalam tugasnya, pawang hujan menggunakan cara metafisik, sehingga praktek yang dilakukan untuk memenuhi pesanan warga kelihatan unik dan sulit diterjemahkan dengan akal sehat. Dan buktinya, untuk menunda atau memindahkan hujan ke daerah lain sangat mujarab.

Salah satu pawang hujan asal Sumenep, Madura, yang biasa digunakan jasanya oleh masyarakat yakni, Sawi (46), warga Desa Andulang, Kecamatan Gapura.

Pawang hujan yang satu ini sangat terkenal, dan setiap harinya selalu ada warga untuk meminta bantuan agar terhindar dari hujan pada saat acara hajatan seperti pernikahan, sunatan dan keperluan lainnya.

Untuk memenuhi permintaan warga dalam menangkal hujan, dia mematok tarif antara Rp 250 ribu hingga Rp 1 juta. Harga yang diberikan itu tergantung skala acara dan seberapa besar lokasinya.

Untuk memenuhi permintaan klainnya, banyak cara yang dilakukan. Mulai dari kelas biasa hingga syarat pamungkas yang dilakukan. Semua itu sebagai upaya menunda atau memindahkan hujan ke daerah lain, sehingga wilayah/daerah hajatan tidak diguyur hujan.

Salah satu syarat yang biasa digunaka Sawi dengan menggunakan paku sebanyak empat buah, kertas yang bertuliskan lafal Al Quran atau lafal berbahasa arab, dan benang jahit yang panjangnya sudah ditentukan. Keempat paku tersebut harus baru (belum pernah dipakai).

Satu-persatu paku dibungkus dengan kertas yang sudah bertuliskan tulisan arab. Agar kelihatan rapi, maka diikat dengan benang jahit yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ini semua bagian dari ritual yang dilakukan sang pawang hujan.

Ritual memindahkan atau menunda hujan dimulai dengan empat bungkusan paku yang ditancapkan ke bumi di empat arah penjuru angin. Juga ada ritual yang dilakukan, yakni membakar kemenyan di sebuah kulit kelapa besar dan minta restu pada benda petuah berupa keris panjang. Berbagai macam bunga sebagai pengharum juga tidak ketinggalan dipersiapkan.

Ketika akan menancapkan paku-paku tersebut sang pawang membacakan doa khusus yang diyakininya. "Titip gunung barat, titip gunung timur, titip gunung utara, titip gunung selatan," kata Sawi dengan suara keras di salah satu hajatan pernikahan di Desa/Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep.

Dia menjelaskan, tempat penancapan paku bisa dilakukan di rumah yang mempunyai hajatan atau di rumah sang pawang bila areanya berdekatan. "Lebih baik paku itu ditancapkan di dekat area yang mempunyai hajatan," ujarnya pada detiksurabaya.com usai melakukan ritual pawang hujan di lokasi.

Ritual tersebut, sambungnya, merupakan babak pertama. Bila bergeseran awan masih diragukan dan diyakini akan turun hujan, maka menggunakan jurus pamungkas. Sebagai langka awal untuk mengetahui seberapa berat untuk menunda atau memindahkan hujan ke daerah lain yakni dengan menggunakan peralatan tulisan di kertas, lidi, dan tali.

Kertas putih itu ditulis dengan beberapa huruf hijaiyah. Kemudian lidi ditusukkan layaknya kerangka layangan. Lalu digantung pada pepohonan atau pun tempat yang dianggap layak untuk menggantungkan kertas tersebut.

Jika kertas putih itu diterpa angin, berarti cuaca akan terang terkendali. Namun, bila tidak terkendali, berarti hujan akan datang. "Jika ini yang terjadi, maka saya langsung mengkombinasikan cara cadangan lainnya agar tidak mengecewakan orang yang mempunyai hajatan," ujar dia.

Meski Sawi yakin jika cara yang digunakanya 80 persen berhasil, namun dia mengembalikan semua itu pada Allah SWT. "Kita hanya berusaha, namun semua kita kembalikan kepada sang pencipta," pungkasnya.

Sementara, seorang warga bernama Saleh (41), asal Desa Gapura, Sumenep mengaku puas dengan jasa pawang hujan. Karena setiap menyelenggarakan hajatan, dia selalu menggunakan pawang agar acaranya terhindar hari hujan.

"Selama punya hajatan selalu mengundang pawang hujan dan hasilnya cukup memuaskan," tegas Saleh.

source: detik surabaya
 

No comments:

Post a Comment