Monday, April 5, 2010

Danau Kelimutu Berubah Menjadi 1 Warna, Pertanda Apa?

Masyarakat Kecamatan Moni, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, kini resah. Mereka meyakini bakal terjadi bencana besar yang melanda negeri ini. Percaya atau tidak, keresahan itu terkait dengan perubahan warna tiga danau Kelimutu yang terjadi saat ini. Dahulu, tiga danau kebanggaan warga Ende itu masing-masing memancarkan warna berbeda, yakni merah-hijau-biru. Namun saat ini, ketiganya menjadi satu warna: hijau muda.

Eko Soebowo

“Bakal ada bencana yang menelan korban cukup banyak,” kata Yulianus Mbate, warga Desa Woloara, Kecamatan Kelimutu, yang berumur 56 tahun. Dia mengisahkan, pada akhir 1964 juga terjadi perubahan warna seperti saat ini. Setahun kemudian, malapetaka besar menimpa bangsa Indonesia dengan adanya kemelut Partai Komunis Indonesia. “Setelah peristiwa PKI, warna air Danau Kelimutu kembali normal,” ujar Mbate.

Peristiwa serupa terjadi pada 1992 silam. Seiring dengan perubahan warna danau tersebut, gempa bumi dahsyat mengguncang Pulau Flores yang menelan banyak korban jiwa. “Gempa dan tsunami itu memorakporandakan warga Flores. Tercatat 2.000 jiwa warga jadi korban,” kata Mbate.

Paulus Ligo, warga Moni berumur 56 tahun, menambahkan bahwa perubahan warna yang terjadi saat ini mengingatkan warga Indonesia untuk waspada. Menurutnya, dari pengalaman, perubahan warna Danau Kelimutu mengundang bencana besar. Ayah lima anak dan enam cucu itu menuturkan, sesungguhnya para penghuni kawah Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nua Muri Koo Fai (dua dari tiga danau di Kelimutu) marah. Penyebabnya, warga adat pemilik Kelimutu sudah lama tidak melakukan ritual adat Pati K’a Konde. “Sekarang saatnya menggelar upacara adat untuk meminta maaf agar bencana yang datang tidak lebih ganas dibanding sebelumnya,” ungkap Ligo.

Namun, kepercayaan warga Ende itu dimentahkan Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar. Ia berharap agar masyarakat yang tinggal di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, tidak mengaitkan perubahan warna air Danau Kelimutu dengan hal-hal yang bernuansa klenik. Sebab, ia khawatir jumlah wisatawan bakal anjlok.

Danau Kelimutu masuk wilayah administrasi Desa Koanara, Kecamatan Kelimutu. Uniknya, tiga danau di satu puncak gunung itu memancarkan warna berbeda. Air Danau Tiwu Ata Polo seluas 81.700 meter persegi berwarna merah, Tiwu Nua Muri Kooh Fai seluas sekitar 91.700 meter persegi berwarna hijau, dan Tiwu Ata Mbupu dengan luas sekitar 60.400 meter persegi memancarkan warna biru.

Volume air ketiga danau itu mencapai 1.292 juta meter kubik. Batas antar-danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding terjal tersebut memiliki sudut kemiringan 70 derajat, dengan ketinggian antara 50 sampai 150 meter. Di bagian timur Tiwu Ata Polo, menjulang sebuah bukit berbentuk kerucut dengan puncak bundar, dikenal masyarakat dengan “Buu Ria”, merupakan titik tertinggi dari kompleks gunung Kelimutu. Lantaran berada pada ketinggian 1.690 meter di atas permukaan laut, Kelimutu  
menebarkan aroma kesejukan yang disukai turis lokal ataupun mancanegara.
Eko Soebowo, seorang peneliti dari Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI mengisahkan, mengaku pernah meneliti Danau Kelimutu pada Oktober 2006. Penelitian selama dua pekan itu dilakukan bersama Sunaryo Wibowo (geologi teknik/Puslit Geoteknologi LIPI), Igan S. Sutawidjaja (geologi/Pusat Vulkanologi dan Mitigas ESDM), Hendra Bakti (hidrogeologi/ Puslit Geoteknologi LIPI), dan Dadan Suherman (kimia air/Puslit Geoteknologi LIPI).

Sebagai gunung api yang masih aktif, perubahan air kawah merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan status kesiapsiagaan bencana gunung api. Menurut para peneliti LIPI itu, perubahan warna di ketiga danau menunjukkan adanya aktivitas vulkanik. Untuk melihat fenomena berubahnya warna Danau Kelimutu menjadi satu warna, peneliti membidangi hidrogeologi, Hendra Bakti, menyarankan agar pengamatan dapat ditunjang dengan data-data lain, “Salah satunya data seismograf,” ujarnya.

Menurut Eko, tim peneliti yang dipimpinnya merekomendasikan agar pihak Balai Kelimutu, pemda, dan Pusat Vulkanologi itu bekerja sama untuk memantau kondisi danau secara kontinu sebagai peringatan dini terhadap bencana gempa bumi dan letusan gunung api. Selain itu, tim juga merekomendasikan untuk melakukan rekayasa teknis pada lereng yang rentan longsor dan penanaman pohon endemik pada lahan lereng yang kritis.

Dengan demikian, Hendra mengimbau agar masyarakat tidak perlu cemas dengan fenomena tersebut. “Itu gejala alami,” ia menandaskan. Untuk menyatakan bahaya atau tidak, ada pihak yang berwenang, ditunjang dengan alat seismograf, untuk mendeteksi aktivitas vulkanologi di kawasan Danau Kelimutu.

Warna air merupakan hasil refleksi kembali dari berbagai panjang gelombang cahaya sejumlah material yang berada dalam air yang tertangkap oleh mata. “Material dalam air dapat berupa jumlah zat padat terlarut (TSS) atau jumlah zat tersuspensi (TDS),” Eko menerangkan. Saat penelitian, tim yang melakukan pengamatan warna air kawah Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nua Muri Koo Fai hanya bisa dilakukan dari bibir kawah yang berjarak sekitar 100 meter. ”Mengingat topografi bibir kawah sangat terjal dan muka air cukup jauh di bawah,” ujarnya. Sedangkan untuk Kawah Tiwu Ata Mbupu, pengamatan warna bisa dilakukan di permukaan air.

Warna air pada kawah, terutama Kawah Tiwu Nua Muri Koo Fai, dipakai sebagai parameter penting dalam penentuan status aktivitas bencana. “Perubahan warna dari hijau menjadi putih menandakan meningkatnya aktivitas Gunung Kelimutu. Perubahan warna ini tidak mempunyai pola yang jelas, tergantung aktivitas magmanya,” lelaki kelahiran Mojokerto, Jawa Timur, itu menambahkan.

Warna air di ketiga kawah berbeda-beda. Menurut Eko, air di Kawah Tiwu Nua Muri Koo Fai berwarna hijau muda disebabkan ion Fe2+ bereaksi dengan sulfat (SO4 2-), membentuk endapan ferosulfat (FeSO4). Kawah Tiwu Atapolo berwarna cokelat kemerahan disebabkan Fe3+ membentuk senyawa ferihidroksida (Fe(OH)3) berupa koloid di dalam air kawah (bukan di permukaan air kawah) dan residu di dasar kawah.

Sedangkan Kawah Tiwu Ata Mbupu yang berwarna hijau tua kehitaman diduga merupakan refleksi warna tumbuh-tumbuhan/cemara gunung yang banyak ditemukan di sekitar bibir kawah. “Di saat tertentu, warna akan berubah menjadi cokelat kemerahan, sebagaimana warna daun kering cemara gunung yang mengapung di permukaan kawah,” ujarnya.

Proses perubahan warna, menurut tim peneliti, terjadi karena pengaruh gas yang ada di dalam bumi. Di daerah vulkanik, ada jalur-jalur crack/korok sebagai saluran gas ke atas. “Bisa jadi, perubahan yang sekarang menjadi satu warna, kemungkinan gas dari bawah tanah yang masuk ke tiga kawah tersebut berasal dari satu sumber,” ungkap Hendra.

Kepala Balai Taman Nasional Kelimutu, Gatot Soebiantoro, membenarkan perubahan warna air di Danau Kelimutu, terutama kawah Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nua Muri Koo Fai sejak Oktober 2009. Menurut Gatot, perubahan warna di ketiga kawah jelas sudah diteliti oleh tim dari LIPI dan terbukti merupakan dampak dari aktivitas vulkanologi. “Karena itu, para pengunjung Kelimutu jangan terpengaruh dengan yang isu bakal ada musibah,” katanya.

source: http://www.indonesiamedia.com/2010/03/26/ketika-kelimutu-berubah-warna/

No comments:

Post a Comment