Thursday, March 11, 2010

Menjadi Geisha Bukanlah Perkara Mudah

Rasa penasaran dan keingin tahuanku tentang Geisha ini membuatku bongkar-bongkar lagi informasi tentang kisah nyata dibalik film Memoirs Of Geisha. Selama ini aku menggambarkan Geisha sebagai sosok pekerja Seks atau prostitue. Tapi ternyata paradigma itu salah..

    Geisha dalam bahasa Jepang berarti Artist, atau Seni. Dan seorang Geisha adalah Perempuan pelaku Seni (Seniwati). Seluruh tubuh, gerak-gerik dan kemampuannya adalah Seni itu sendiri. Dari make up, kimono, perhiasan, gerak tubuhnya sampai kemampuan MENARI, TEA CEREMONY, MEMAINKAN SHAMISEN, sampai MIZUAGE (upacara melepas keperawanan yang diikuti dengan lelang). Namun sebelum menjadi Geisha… seorang gadis kecil yang disebut MAIKO (calon geisha)  harus masuk pendidikan Seni yang ketat. Dari novel dan film Memoirs Of Geisha digambarkan perjuangan menjadi Geisha begitu rumit & sulit.. Geisha tidak boleh MERASAKAN dan tidak boleh MENCINTAI. Geisha sepenuhnya adalah milik Seni dan para pria kaya atau bangsawan. Namun dalam buku berjudul “GEISHA OF GION”  karya seorang geisha yang sebenarnya MINEKO IWASAKI, mengubah lagi paradigma tentang Geisha yang sebenarnya.

    Mineko lahir dari keluarga aristokrat. Dulu sebelum ada Perguruan Tinggi di bidang Seni. Menjadi Geisha adalah satu-satunya cara seorang perempuan bisa mendapatkan pendidikan terbaik di bidang seni. Mineko mulai belajar menari dari seorang begawan tari Noh Mai di Jepang. Dan pada usia 15 tahun dia sudah bisa menjadi penari semi profesional yang disebut Maiko, hingga usia 21 tahun diapun menyandang gelar GEIKO atau penari profesional nomor satu di Gion Kyoto. Ibu angkatnya bersama Masako seorang JIKATA (pemusik). Ini menguntungkan karena mereka bisa berlatih bersama. Di dunia geisha, pewaris Okiya adalah geisha yang paling berbakat di Okiya. Dan menjadi Geisha merupakan impian banyak gadis, selain itu menikah dengan geisha merupakan sesuatu yang terhormat, karena Geisha tidak saja seniwati tapi juga terpelajar dan kenal banyak orang penting, kaya dan mandiri.

    Namun dibalik itu ada kesalah pahaman yang akhirnya membentuk opini pada masyarakat bahwa geisha itu sama dengan Pelacur. Hal ini dipicu oleh kebiasaan pada setiap festival, para geisha tidak dibayar ketika menari, menyanyi, main music atau drama. Padahal orang-orang menarik tiket masuk yang sangat mahal bagi yang ingin menonton. Terpaksalah para geisha mencari cara untuk membiayai gaya hidupnya  yang tidak murah. Kimono, alat music, pelajaran seni bukan barang murah.Pendapatan geisha terbesar datang dari menjadi bintang iklan, sumbangan para pencinta seni, dan bayaran dari menghibur tamu-tamu di pesta. Nah.. inilah yang memicu kesalah pahaman dan membentuk opini di masyarakat bahwa Geisha sama dengan Pelacu Kelas Atas..

    Kesalah pahaman ini sampai ke seluruh dunia. Suatu contoh yang dialami Mineko adalah ketika ia diundang untuk menghadiri jamuan makan resmi bersama Ratu Elizabeth di Jepang. Ketika itu ia adalah penari Mai terbaik  di  Kyoto, dan untuk menghormati ratu Elizabeth, pemerintah Jepang mendudukannya di samping Ratu Elizabeth. Namun ternyata sang ratu tidak sudi mengobrol, menengok pun tidak mau. Tampaknya Ratu Elizabeth mengira dirinya adalah pelacur tingkat tinggi.

    Itulah yang bisa saya tulis ulang dari kehidupan Geisha.. Ini menarik karena masih banyak orang menyalah artikan Geisha. Meskipun menurut pendapatan saya.. semua selalu kembali pada manusia-nya. Mampukah kita memberi image yang baik tentang profesi yang kita tekuni. Karena menjadi siapapun atau profesi apapun bisa membuat kita ‘tergelincir’ tidak harus menjadi geisha, atau kalo di Jawa.. Image Sinden, Penari Tayub, dll yang disalah artikan buruk. Padahal mereka adalah para perempuan pelaku SENI.

source: http://lusypascha.multiply.com/journal/item/21

No comments:

Post a Comment