AGUSTUS lalu, dia sering wira-wiri di layar kaca. Dia berpakaian rapi. Rambut hitamnya terurai lurus sampai ke punggung dan wajahnya yang oval dihiasi mata indah dengan alis tebal.
Cantik. Dialah Dea Tunggaesti (28), salah satu anggota tim kuasa hukum seorang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin.
Dia tidak hanya cantik luarnya, tapi hatinya juga baik dan cerdas. Kayak Ally McBeal, sosok pengacara yang cerdas dan berpendirian kuat dalam serial Ally McBeal yang populer pada akhir 90-an, idolanya.
“Alhamdulillah, ya sesuatu banget (mengutip Syahrini), hahaha,” Dea mengucap syukur.
Di tengah kesibukannya, Dea meluangkan waktu datang ke kantor Bintang. Mengenakan blus biru dipadu celana hitam, ia bercerita banyak soal karier kepengacaraannya, kehidupan rumah tangganya, dan juga keprihatinannya terhadap tindak pidana korupsi di republik ini.
Pilih Pengacara Ketimbang Artis
Delapan tahun lalu, wajah Dea sempat menghiasi layar sinetron Malam Pertama, Kisah Adinda, dan Bukan Cinderella. Dia juga tampil dalam film 30 Hari Mencari Cinta. Kalau Anda memperhatikan, dia yang menjadi salah satu teman Luna.
“Waktu itu semester akhir kuliah S-1 (Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan). Jadi banyak waktu luang. Aku pengin cari uang sendiri. Terus iseng-iseng saja main sinetron dan jadi model,” cerita model klip “Pejantan Tangguh” milik Sheila on 7 ini. Dea juga membintangi iklan Softener So Klin, Spageti La Fonte, Kacang Garuda, dan Softex.
Akhir 2004, setelah lulus kuliah, Dea dipersunting Nevio Parodi, lelaki berkewarganegaraan Italia berdarah Manado. Dea dan Nevio sudah berpacaran empat tahun. Mereka bertemu di Universitas Pelita Harapan. Nevio senior Dea.
“Setelah nikah aku sudah enggak mengurusi entertainment lagi. Apalagi aku (tinggal) di luar Jakarta, jadi agak malas,” seru alumni SD Siemens Kelapa Gading, yang tidak menyesali keputusannya.
Dea kemudian melanjutkan kuliah Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada kelas Jakarta. Lulus S-2 tahun 2007, Dea melamar ke kantor pengacara OC Kaligis. OC, menurut Dea, adalah kerabat jauh suaminya. Dia kerap bertemu OC dalam acara keluarga dan kala mengajar sebagai dosen tamu di kampusnya.
“Waktu itu aku belum jadi advokat. Lalu, aku dikasih pendidikan advokat oleh Pak OC,” terang wanita kelahiran Solo, 26 September 1982 ini.
Kelar pendidikan, Dea diberi kesempatan oleh OC untuk ikut menangani sejumlah perkara hukum. Di antaranya Yayasan Presiden Soeharto, Djoko Chandra, dan mantan Dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo.
“Tapi yang Pak Widjanarko, enggak sampai selesai menanganinya. Soalnya aku dibiayai Pak OC lagi untuk mengambil S-2 hukum di Perth, Australia. Sebelum S-2, aku sekolah bahasa dulu di sana,” ujar sulung dari dua bersaudara pasangan Agus Bahagianto dan Dewi Pandamsari.
Di Perth, Dea belajar hidup mandiri. Dia memasak sendiri, mencuci baju sendiri, dan menyiapkan segala sesuatunya sendiri.
“Enam bulan aku sekolah bahasa di Perth. Selesai sekolah, aku balik lagi ke Jakarta. Ternyata, aku hamil anak pertama. Akhirnya aku enggak jadi kuliah. Akhirnya aku disekolahkan di S-3 Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Sekarang masih kuliah,” wanita yang piawai membuat tiramisu, makaroni skotel, dan kue kering ini mengatakan.
Dea lebih memilih dunia kepengacaraan ketimbang dunia hiburan bukan tanpa alasan. Dea sejak kecil tertarik dengan hal-hal yang serius.
“Waktu kecil, kalau keluarga berkumpul dan mengobrolkan yang serius-serius, aku tertarik. Aku perhatikan mereka sambil berpikir. Enggak kayak anak-anak seumuran,” kenang Dea.
“Begitu sudah gede, aku nimbrung kalau keluarga ngobrol serius. Aku suka baca berita di koran. Dunia hukum menarik buatku. Aku suka membandingkan penegakan hukum di Indonesia dengan di luar negeri; yang gap-nya masih jauh. Saya tertarik akan bagaimana caranya bisa memperbaiki hukum Indonesia,” ungkap Dea.
Dia merasa tidak punya bakat di dunia hiburan. Jadi, ketika menjalaninya, kalau orang lain ingin maju, dia justru tidak.
“Intinya, di dunia entertainment aku iseng mau cari uang sendiri,” tegasnya. Passion Dea hanya dunia hukum.
“Menjadi advokat itu seru karena sangat dinamis, menghadapi perkara-perkara yang berbeda baik dari segi fakta hukum maupun orang-orangnya,” pungkasnya.
Menanggapi pandangan orang bahwa profesi pengacara itu berisiko menghadapi ancaman dan teror, Dea justru berkata, “Seharusnya yang mendapat tekanan atau ancaman itu hakim, karena mereka yang memutus. Tapi alhamdulillah sampai sekarang aku enggak pernah mendapat ancaman atau teror.”
(Sumber: http://www.tabloidbintang.com/berita/sosok/16264-dea-tunggaesti-pengacara-nazaruddin-ini-mantan-artis-lho.html )
No comments:
Post a Comment