Jelangkung jelangsat
Di sini ada pesta
Pesta kecil-kecilan
Jelangkung jelangsat
Datang tidak diundang
Pergi tidak diantar
Pernah memainkan atau tidak, paling tidak kita tahu permainan jelangkung. Kutipan di atas pun tentunya tidak asing pula. Bisa dikatakan untaian kata-kata tersebut sebagai mantra untuk memanggil makhluk gaib dalam permainan jelangkung. Kata-kata itu pun diucapkan berkali-kali agar makhluk halusnya benar-benar datang.
Permainan jelangkung sendiri merupakan permainan yang berusaha memanggil makhluk gaib untuk masuk ke dalam boneka atau benda yang dibuat menyerupai orang-orangan. Setelah makhluk halus itu masuk pada benda tersebut, biasanya pemain akan menanyakan hal-hal yang ingin diketahuinya, terutama sekali mengenai masa depan.
Permainan ini pun telah diangkat menjadi tema dalam sebuah film horor. Dari film itu pula sebenarnya terkandung amanat bahwa permainan ini bisa membahayakan orang-orang yang memainkannya. Banyak hal bisa terjadi jika kita bermain dengan makhluk gaib seperti itu. Akan tetapi, permainan itu masih saja ada yang mencoba memainkannya meski dengan perasaan takut.
Berbahaya atau tidak, di salah satu daerah Minangkabau ternyata berkembang seni pertunjukan yang tidak jauh berbeda dengan permainan jelangkung ini. Seni pertunjukan itu disebut “Lukah Gilo.” Permainan ini tepatnya berkembang di Desa Lumpo Timur, Kecamatan Ampek Baleh Juran, Kabupaten Pesisir Selatan. Dimainkan oleh seorang pawang atau Dukun Lukah dan satu sampai empat orang pemain yang memegang lukah tersebut.
Lukah sendiri sebenarnya adalah alat untuk menangkap ikan air tawar yang terbuat dari bambu yang dianyam dan bentuknya menyerupai vas bunga. Lukah ini digunakan untuk pertunjukan Lukah Gilo dengan membuatnya menyerupai orang-orangan seperti halnya permainan jelangkung. Untuk tangan dibuat dari kayu lurus atau bambu, dan kepalanya dibuat dari labu atau tempurung kelapa. Lukah itu juga dipakaikan kain, baju, selendang, korset, dan wajanya didandani layaknya perempuan.
Lukah itu kemudian dibisiki mantra oleh pawangnya hingga lukah itu menjadi ‘gila’, bergerak kian ke mari. ‘Kegilaan’ itu akan semakin menjadi-jadi setiap kali pawang membaca mantra. Yang menjadi tontonan adalah para pemain yang memegang lukah itu. Mereka akan terbawa kian kemari dengan kuatnya seiring semakin “menggilanya’ lukah tersebut. Penonton pun akan menyoraki pemain agar suasana semakin memanas. Kalimat yang sering terlontar dari penonton antara lain adalah ‘pacik-an kapalonya’ atau ‘elo taruih.’ Kegilaan lukah ini baru akan berhenti apabila pawang berhenti memantrainya atau ada seseorang yang usil memasang ijok, yaitu bagian dalam dari ekor lukah.
Lukah itu kemudian dibisiki mantra oleh pawangnya hingga lukah itu menjadi ‘gila’, bergerak kian ke mari. ‘Kegilaan’ itu akan semakin menjadi-jadi setiap kali pawang membaca mantra. Yang menjadi tontonan adalah para pemain yang memegang lukah itu. Mereka akan terbawa kian kemari dengan kuatnya seiring semakin “menggilanya’ lukah tersebut. Penonton pun akan menyoraki pemain agar suasana semakin memanas. Kalimat yang sering terlontar dari penonton antara lain adalah ‘pacik-an kapalonya’ atau ‘elo taruih.’ Kegilaan lukah ini baru akan berhenti apabila pawang berhenti memantrainya atau ada seseorang yang usil memasang ijok, yaitu bagian dalam dari ekor lukah.
Pertunjukan Lukah Gilo ini biasanya dipertunjukkan pada acara helat perkawinan atau acara-acara khusus untuk yang diadakan masyarakat setempat. Waktu pertunjukan lebih sering pada malam hari agar mudah memanggil jin atau makhluk halus lainnya.
Suka atau tidak dengan permainan jelangkung, pada kenyataannya salah satu kesenian yang ada di Minangkabau mirip dengan permainan tersebut. Ini merupakan bagian dari budaya Minangkabau yang juga mesti kita kenali sebagai orang Minang.
Suka atau tidak dengan permainan jelangkung, pada kenyataannya salah satu kesenian yang ada di Minangkabau mirip dengan permainan tersebut. Ini merupakan bagian dari budaya Minangkabau yang juga mesti kita kenali sebagai orang Minang.
Sumber :
Amir, Adriyetti, dkk. “Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau,” Laporan Penelitian untuk Asosiasi Tradisi Lisan, Jakarta, 1998.
Amir, Adriyetti, dkk. “Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau,” Laporan Penelitian untuk Asosiasi Tradisi Lisan, Jakarta, 1998.
No comments:
Post a Comment