Ya beliau adalah Bung Tomo, nama Bung Tomo selalu disebut-sebut setiap Hari Pahlawan 10 November, Tapi, tokoh yang dikenal dengan semboyan “rawe-rawe rantas malang-malang tuntas” itu hingga kini tidak diakui pemerintah sebagai pahlawan nasional.
Seperti tradisi menjelang peringatan Hari Pahlawan pada tahun-tahun sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin (9/11) juga mengumumkan pahlawan baru di Istana Negara. Namun, di antara empat nama yang disebutkan presiden, nama Bung Tomo kembali tak masuk dalam daftar.
Apa alasan pemerintah sehingga tidak kunjung memberikan gelar pahlawan nasional kepada pembakar semangat juang Arek-Arek Suroboyo pada pertempuran 10 November itu? Direktur Kepahlawanan, Kejuangan, dan Keperintisan Departemen Sosial Yusrizal mengakui bahwa pihaknya belum pernah mengusulkan nama Bung Tomo menjadi pahlawan nasional.
Alasannya, kata Yusrizal, ada persyaratan administrasi yang belum dipenuhi untuk mengusulkan Bung Tomo menjadi pahlawan nasional. Apa itu? “Bung Tomo belum diseminarkan di daerah,” tegas Yusrizal.
Seminar itu, lanjut Yusrizal, dilakukan untuk mengetahui, apakah ada pihak yang berkeberatan dengan pengangkatan Bung Tomo menjadi pahlawan nasional atau tidak. “Nanti kalau sudah diseminarkan, akan diteliti oleh Badan Penelitian Pahlawan Pusat,” jelasnya.
Sementara itu, dari empat pahlawan baru yang diumumkan SBY, tiga di antaranya merupakan jenderal. Mereka adalah Mayjen TNI (pur) dr Adnan Kapau Gani, pejuang dari Sumatera Selatan; Mayjen TNI (pur) Prof Dr Moestopo, pejuang dari Jawa Timur; dan Brigjen TNI (Anumerta) Ignatius Slamet Rijadi, pejuang asal Jawa Tengah. Seorang pahlawan nasional baru lainnya adalah Dr Ide Anak Agung Gde Agung, pejuang dan diplomat dari Bali.
Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso, kalau dibandingkan, sebenarnya nama Bung Tomo tak kalah besar dengan keempat pahlawan baru nasional tersebut. “Dosa besar SBY kalau tak menjadikan Bung Tomo sebagai pahlawan nasional,” ujarnya saat penyerahan penghargaan kepada Bung Tomo di markas PP GP Ansor kemarin.
Penghargaan bagi Bung Tomo diterima anaknya, Bambang Sulistomo. Priyo didaulat Ketua Umum GP Ansor Saifullah Yusuf untuk menyerahkan penghargaan kepahlawanan itu. Karena pemerintah tidak mau memberi gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo, Ansor mengambil inisiatif tersebut.
Menurut Priyo, seluruh rakyat pasti setuju bahwa Bung Tomo layak dianugerahi gelar pahlawan nasional. Peringatan Hari Pahlawan 10 November, kata Priyo, identik dengan ketokohan Bung Tomo. “Saya juga kaget karena sampai sekarang Bung Tomo belum jadi pahlawan. Saya mendesak Presiden SBY segera mengambil alih karena anak buahnya lalai,” tegas Priyo.
Saifullah Yusuf menambahkan, sangat tragis bangsa Indonesia yang setiap tahun memperingati hari pahlawan, ternyata, melupakan tokoh sentral pada hari bersejarah tersebut. “Ansor dan Golkar minta pemerintah segera mengangkat Bung Tomo sebagai pahlawan nasional,” kata Saiful. Dalam kesempatan itu, Saiful juga mengangkat Bambang Sulistomo sebagai anggota kehormatan GP Ansor.
Keluarga pemilik nama asli Sutomo itu memang tidak pernah mempermasalahkan status kepahlawanan Bung Tomo. “Kami tidak akan pernah memohon,” ujar Bambang. Istri Bung Tomo, Sulistyowati, 82, juga ikhlas. “Bagi ibu, yang lebih penting rakyat mengakui. Tidak perlu pengakuan pemerintah,” lanjut Bambang.
Menurut Bambang, saat masih hidup, Bung Tomo pernah mengkritik Soekarno dan Soeharto ketika keduanya menjadi presiden. Bung Tomo pernah terlibat adu mulut dengan Bung Karno. Setelah itu, istri Bung Tomo, yang juga sahabat Fatmawati, melarang Bung Tomo datang ke istana.
Saat Orde Baru, pria kelahiran 1920 itu pernah mengkritik Soeharto soal pemerataan pembangunan. Soeharto pun marah dan memenjarakan Bung Tomo. “Bapak juga memberi wasiat tidak mau dimakamkan di taman makam pahlawan. Mungkin ini yang membuat pemerintah tersinggung,” ungkap Bambang. Bung Tomo dimakamkan di pemakaman umum di Ngagel, Surabaya.
source: http://woamu.blogspot.com/2009/08/orang-yang-berani-mengkritik-pak-karno.html
Seperti tradisi menjelang peringatan Hari Pahlawan pada tahun-tahun sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin (9/11) juga mengumumkan pahlawan baru di Istana Negara. Namun, di antara empat nama yang disebutkan presiden, nama Bung Tomo kembali tak masuk dalam daftar.
Apa alasan pemerintah sehingga tidak kunjung memberikan gelar pahlawan nasional kepada pembakar semangat juang Arek-Arek Suroboyo pada pertempuran 10 November itu? Direktur Kepahlawanan, Kejuangan, dan Keperintisan Departemen Sosial Yusrizal mengakui bahwa pihaknya belum pernah mengusulkan nama Bung Tomo menjadi pahlawan nasional.
Alasannya, kata Yusrizal, ada persyaratan administrasi yang belum dipenuhi untuk mengusulkan Bung Tomo menjadi pahlawan nasional. Apa itu? “Bung Tomo belum diseminarkan di daerah,” tegas Yusrizal.
Seminar itu, lanjut Yusrizal, dilakukan untuk mengetahui, apakah ada pihak yang berkeberatan dengan pengangkatan Bung Tomo menjadi pahlawan nasional atau tidak. “Nanti kalau sudah diseminarkan, akan diteliti oleh Badan Penelitian Pahlawan Pusat,” jelasnya.
Sementara itu, dari empat pahlawan baru yang diumumkan SBY, tiga di antaranya merupakan jenderal. Mereka adalah Mayjen TNI (pur) dr Adnan Kapau Gani, pejuang dari Sumatera Selatan; Mayjen TNI (pur) Prof Dr Moestopo, pejuang dari Jawa Timur; dan Brigjen TNI (Anumerta) Ignatius Slamet Rijadi, pejuang asal Jawa Tengah. Seorang pahlawan nasional baru lainnya adalah Dr Ide Anak Agung Gde Agung, pejuang dan diplomat dari Bali.
Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso, kalau dibandingkan, sebenarnya nama Bung Tomo tak kalah besar dengan keempat pahlawan baru nasional tersebut. “Dosa besar SBY kalau tak menjadikan Bung Tomo sebagai pahlawan nasional,” ujarnya saat penyerahan penghargaan kepada Bung Tomo di markas PP GP Ansor kemarin.
Penghargaan bagi Bung Tomo diterima anaknya, Bambang Sulistomo. Priyo didaulat Ketua Umum GP Ansor Saifullah Yusuf untuk menyerahkan penghargaan kepahlawanan itu. Karena pemerintah tidak mau memberi gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo, Ansor mengambil inisiatif tersebut.
Menurut Priyo, seluruh rakyat pasti setuju bahwa Bung Tomo layak dianugerahi gelar pahlawan nasional. Peringatan Hari Pahlawan 10 November, kata Priyo, identik dengan ketokohan Bung Tomo. “Saya juga kaget karena sampai sekarang Bung Tomo belum jadi pahlawan. Saya mendesak Presiden SBY segera mengambil alih karena anak buahnya lalai,” tegas Priyo.
Saifullah Yusuf menambahkan, sangat tragis bangsa Indonesia yang setiap tahun memperingati hari pahlawan, ternyata, melupakan tokoh sentral pada hari bersejarah tersebut. “Ansor dan Golkar minta pemerintah segera mengangkat Bung Tomo sebagai pahlawan nasional,” kata Saiful. Dalam kesempatan itu, Saiful juga mengangkat Bambang Sulistomo sebagai anggota kehormatan GP Ansor.
Keluarga pemilik nama asli Sutomo itu memang tidak pernah mempermasalahkan status kepahlawanan Bung Tomo. “Kami tidak akan pernah memohon,” ujar Bambang. Istri Bung Tomo, Sulistyowati, 82, juga ikhlas. “Bagi ibu, yang lebih penting rakyat mengakui. Tidak perlu pengakuan pemerintah,” lanjut Bambang.
Menurut Bambang, saat masih hidup, Bung Tomo pernah mengkritik Soekarno dan Soeharto ketika keduanya menjadi presiden. Bung Tomo pernah terlibat adu mulut dengan Bung Karno. Setelah itu, istri Bung Tomo, yang juga sahabat Fatmawati, melarang Bung Tomo datang ke istana.
Saat Orde Baru, pria kelahiran 1920 itu pernah mengkritik Soeharto soal pemerataan pembangunan. Soeharto pun marah dan memenjarakan Bung Tomo. “Bapak juga memberi wasiat tidak mau dimakamkan di taman makam pahlawan. Mungkin ini yang membuat pemerintah tersinggung,” ungkap Bambang. Bung Tomo dimakamkan di pemakaman umum di Ngagel, Surabaya.
source: http://woamu.blogspot.com/2009/08/orang-yang-berani-mengkritik-pak-karno.html
No comments:
Post a Comment