Banyak isu berseliweran seputar makanan instan yang membuat hati tak tenang. Misalnya saja soal lilin yang katanya menempel pada mi, atau tentang cara pengolahan yang harus pas agar aman dikonsumsi.
Ikuti penjelasan Prof. Dr. F.G. Winarno, Ketua Dewan Pakar PIPIMM (Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman) mengenai mi instan. Apa sajakah mitos dan fakta seputar mie instan itu?
Mitos: Penggunaan styrofoam berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika styrofoam terkena air panas, seperti ketika memasak mi instan dalam cup.
Fakta: Styrofoam untuk mi instan cup terbukti aman digunakan, karena telah melewati standar BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Cup yang dipakai mi instan adalah styrofoam (expandable polysteren) khusus untuk makanan (food grade). Ia memang bisa menyerap panas. Ini terbukti setelah diseduh air panas, tidak terasa panas di tangan ketika dipegang. Tetapi, karena proses pressing-nya memenuhi standar, tidak menyebabkan molekul styrofoam larut (rontok) bersama mi instan yang diseduh air panas. Jadi, jika selama ini khawatir dengan mi instan menempel pada cup-nya ketika diseduh air panas, semata-mata disebabkan tingginya kadar minyak dalam mi (sekitar 20%).
Desain pun dibuat berbeda. Yaitu dengan menambahkan gerigi di bagian atas cup, sehingga tak langsung panas di tangan.Selain itu, expandable polysteren yang digunakan mi instan cup terlah melewati penelitian BPOM dan Japan Environment Agency sehingga memenuhi syarat untuk mengemas produk pangan.Berdasarkan penelitian tadi, kemasan ini aman digunakan.
Mitos: Mi instan kenyal karena bahan bakunya adalah karet.
Fakta: Sama sekali tidak ada bahan karet dalam bahan baku mi instan.
Mi instan dibuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi dan pilihan terbaik seperti tepung terigu yang sudah difotifikasi dengan zat besi, zinc, vitamin B1, B2, dan asam folat. Begitu pula dengan bumbu, yaitu bawang merah, cabe merah, bawang putih, dan rempah-rempah.
Pembuatannya pun digarap serius. Melewati proses pengeringan yang telah dipaparkan sebelumnya, seperti hot air drying atau deep frying. Karena itulah mi instan kenyal dan tidak mudah putus.
Mitos: Metode dua air terpisah adalah cara terbaik memasak mi.
Fakta: Justru, air rebusan mi pertama mengandung kandungan betakaroten yang tinggi.
Semua vitamin (dari minyak dan bumbu) yang larut dalam air terdapat dalam air rebusan pertama ketika memasak mi. Apabila air rebusan tadi diganti dengan air matang baru, semua vitaminnya hilang.
Selain itu, minyaklah yang membuat mi (atau makanan lain) lebih enak. Jadi, air rebusan pertama tidak perlu dibuang. Dan kandungan betakaroten juga tocoferol dalam minyak, sangat berguna memenuhi kebutuhan gizi.
Mitos: Mi instan mengandung lilin. Oleh karena itu, ketika dimasak airnya menguning.
Fakta: Salah. Mi instan tidak menggunakan lilin.
Lilin adalah senyawa inert untuk melindungi makanan agar tidak basah dan cepat membusuk. Lilin sebenarnya ada pada makanan alami seperti apel atau kubis. Kubis jika dicuci dengan air, tidak langsung basah. Atau apel yang jika digosok akan mengilap. Itulah lilin, yang memang diciptakan alam.
Sementara mi instan, yang merupakan produk mi kering, sama sekali tidak membutuhkan lilin. Air menguning ketika memasak mi instan, sebenarnya didapat dari proses deep frying yang berkadar minyak tinggi.
Proses deep frying dilakukan agar kadar air bisa ditekan sampai titik terendah, sehingga mi instan lebih awet. Kadar minyak ini pasti tersisa pada mi dan menyebabkan mi instan mengilap, dan air rebusan jadi menguning dan berminyak.
Dengan minyak ini, zat-zat tidak berguna yang terdapat dalam mi dipisahkan, sehingga yang tersisa adalah zat-zat yang memang diperlukan oleh tubuh.
Mitos: Mi instan menggunakan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
Fakta: Dalam proses pembuatannya mi instan menggunakan metode khusus agar lebih awet, namun sama sekali tidak berbahaya.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu cara pengawetan mi instan adalah deep frying yang bisa menekan rendah kadar air (sekitar 5%). Metode lain adalah air hot drying (pengeringan dengan udara panas). Inilah yang membuat mi instan bisa awet hingga 6 bulan, asalkan kemasannya terlindung secara sempurna.
Kadar air yang sangat minim ini, tidak memungkinkan bakteri pembusuk hidup apalagi berkembang biak. Malah, mi instan tidak beraroma tengik serta tidak menggumpal basah. Langkah terakhir untuk memastikan mi instan layak konsumsi adalah perhatikan dengan seksama tanggal kadaluarsanya.
Mitos: Mi instan mengandung sedikit serat, tapi kadar karbohidratnya tinggi sehingga bisa menyebabkan gangguan pencernaan.
Fakta: Kandungan mi instan sungguh beragam, tak hanya karbohidrat. Tapi juga kadar protein yang tinggi disertai vitamin-vitamin.
Pada dasarnya tak ada satu jenis makanan di dunia ini yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh. Kecuali ASI untuk bayi di bawah 6 bulan. Oleh karenanya, setiap makanan yang dikonsumsi manusia harus dilengkapi kandungan lain. Minimal 37 jenis dalam satu makanan, agar zat gizi di dalamnya saling melengkapi kebutuhan manusia.
Mi instan, selain mengandung protein, lemak, juga diperkaya vitamin A, C, B1, B6, B12, niasin, folat, pantotenat dan mineral besi. Mi instan pun telah dilengkapi sayuran, misalnya wortel. Namun, jumlahnya memang tak sebanyak yang diperlukan. Jadi, mi harus dilengkapi makanan lain.
Dalam setiap kemasan mi instan, selalu tergambar saran penyajian. Itulah yang harusnya dilakukan jika ingin makan mi instan dan mendapat asupan gizi.
Tambahkan telur, sayur, atau daging, sehingga mi instan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi. Lalu minum jus buah tanpa gula, sehingga sumbangan fruktosa bagi tubuh terpenuhi. Variasikan juga cara penyajiannya, agar tak lekas bosan.
source: http://wisbenbae.blogspot.com/2010/05/mitos-dan-fakta-seputar-mie-instan.html
No comments:
Post a Comment