Monday, September 13, 2010

Warga Hongkong Sekarang Jadi Takut Dengan Burung











 
DARI jauh suara Willy Fung, pemandu kami terdengar sangat keras. “Jangan dekat orang itu, itu orang gila. Sudah dilarang, masih kasih makan juga itu burung. Ayo semua ke sini, nanti kena basil (virus),” teriaknya.

Saat itu, kami, beberapa wartawan yang ikut dalam Cathay Pacific dan Hong Kong Tourism Board Familliarization Trip (16-19 November 2009), baru saja selesai makan siang di Kantin Islamic Centre, di 5/F Osman Ramju Sadick Islamic Centre, 40 Oi Kwan Road, Wanchai.

Saya sendiri berada agak jauh, tengah mengamati bangungan gereja yang berada persis di samping, tepatnya, berseberangan jalan dengan Islamic Center itu. Nada suara Willy Fung, pria kelahiran Malang ini, terdengar bergetar, ada rasa ketakutan.

Yang dimaksud orang itu, adalah seorang tua, berbaju lusuh, dengan enakknya duduk di tepi gedung Islamic Center, sembari memberi makan beberapa burung merpati.

Willy Fung adalah cerminan orang Hongkong yang antipati terhadap burung, karena dari burung-burung migran ini, wabah flu burung (H5N1) berkembang di Hongkong.

Pemerintah Hongkong sangat ketat mengatur dan memberi tempat pada populasi burung, termasuk kelompok unggas lain seperti ayam. Ini bisa dimaklumi, karena Hongkong pernah dilaporkan sebagai tempat pertama kali ditemukannya kasus flu burung di dunia, yang menjangkiti manusia pada 1997. Waktu itu, enam orang meninggal dunia.

Para peternak kemudian diingatkan agar meningkatkan kewaspadaan. Toh, pada 6 Maret 2008, seekor bangkai ayam yang positif flu burung ditemukan.

Padahal, tidak ada peternakan ayam dalam radius 3 km dari lokasi. Tidak mau menanggung risiko, pada Desember 2008, Pemerintah Hongkong memusnahkan lebih dari 90.000 unggas.

”Saat ini, kalau ketahuan memelihara ayam, tanpa izin, bisa kena denda 20.000 dolar Hongkong,” kata Willy Fung, pemandu kami yang disewa oleh Hong Kong Tourism Board itu. ”Untuk daging ayam dan lain-lain, Hongkong impor sekarang.”

Di depan Islamic Centre, persisnya di pagar kawat, sebetulnya sudah terpampang larangan memberi makan burung. Anda tidak boleh memberi makan burung merpati atau burung liar lainnya, sehingga menyebabkan tempat umum menjadi kotor.

Dendanya bisa mencapai 1.500 dolar Hongkong (sekitar Rp 1,8 juta, jika 1 dolar Hongkong = Rp 1.200-an). Bagi saya, aturan ini sangat merugikan. Memberi makan burung itu perbuatan baik, kok dilarang.

Ternyata lebih enak di Surabaya, memberi makan burung itu bebas, baik di rumah atau di jalanan. Tak perlu takut juga memelihara ayam. Bebas, termasuk membuang kotoran ayam di halaman tetangga, melempar ayam mati di jalan raya. Tak ada yang melarang.

Dengan sanksi tegas dari pemerintah, kalau Anda sempat berjalan-jalan di Hongkong, jalanan sangat bersih. Apalagi, jalanannya sendiri tak bergelombang, tidak ada kerikil, batu, atau lubang-lubang.

Sungguh nyaman berkendara di sana. Tidak perlu ada lomba untuk memberi kenyamanan jalan di sana. Di Indonesia, ada kota yang jalanannya kotor dan berlubang-lubang, bisa dapat Adipura. Aneh.

Dari Bandara Chek Lap Kok atau lebih dikenal sebagai Hong Kong International Airport di Pulau Lantau hingga hotel tempat saya menginap, Regal Riverside Hotel, kawasan Sha Tin, dekat Sungai Shing Mun yang terkenal itu, jalan mulus, bersih, tertata dengan baik.

Tidak ada kemacetan, karena yang berlalu lalang hanya angkutan umum (bus dan taksi), dan beberapa mobil pribadi. Itupun tidak banyak.

Kembali ke soal burung tadi, regulasi ditegakkan menyusul temuan burung merpati yang mati. Temuan ini nyaris bersamaan dengan munculnya kasus flu babi (swine flu) yang dibawa pengunjung asal Meksiko yang datang ke Hongkong pada awal Mei 2009.

Burung merpati itu, kata Willy Fung, ditemukan di Distrik Tuen Mun. Lantas, Departemen Pertanian, Perikanan dan Konservasi Hongkong, secara terbuka mengumumkan temuan itu kepada publik.

Lembaga ini kemudian mengawasi secara ketat unggas yang masuk ke Hongkong, termasuk makanan-makanan untuk unggas.

Pemerintah setempat memberlakukan sanksi tegas. Bagi importir telur, daging, makanan ternak atau burung yang tidak dicantumkan dalam manifes kargo, bisa dikenai denda hingga 500.000 dolar Hongkong dan penjara dua tahun.

Importir aneka dagang dan makanan unggas tanpa ada sertifikat resmi bisa dikenai denda maksimum 50.000 dolar Hongkong dan ancaman kurungan enam bulan, sedangkan untuk pengimpor burung, yang tidak menyertakan sertifikat kesehatan, dapat dikenai denda maksimum hingga 25.000 dolar Hongkong.
 
source: http://harisatiman.blogspot.com/2010/09/orang-hongkong-takut-burung.html

No comments:

Post a Comment