Tuesday, March 9, 2010

Jika KPK Seret Sri Mulyani, Semua Pejabat Terjerat

UNTUK memakzulkan Presiden SBY dan Wapres Boediono melalui mjekanisme politik di DPR/MPR terkait keterlibatan kedua pemimpin negara itu dalam dugaan tindak pidana korupsi maupun kebijakan peluncuran dana talangan (bailout) Bank Century, memang sulit dan hampir mustahil. Pasalnya, selain usul pemberhentian Presiden/Wapres yang diajukan oleh DPR kepada MPR harus terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Kosntitusi (MK), namun sesuai pasal 7B UUD juga mensyaratkan pengajuan permintaan DPR kepada MK tersebut hanya dapat dilakukan dengan dukungan minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari total anggota DPR.

Padahal, kita tahu bahwa ada tiga Fraksi di DPR yang ‘patok bangkrong’ loyal setia kepada SBY-Boediono, yakni Fraksi Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Jumlah kursi yang diperoleh ketiga fraksi ini adalah PD = 148 kursi, PAN = 39 kursi, dan PKB = 25 kursi. Sehingga total komulatif perolehan mereka ialah 212 kursi. Sedangkan jumlah keseluruhan anggota DPR adalah 560 kursi. Jadi, persentase dari ketiga fraksi ini adalah mencapai 0,38% alias melebihi 1/3 dari total anggota DPR. Artinya, MK hampir pasti akan menolak usul pengajuan pemakzulan SBY-Boediono dari DPR karena didukung kurang dari 2/3 jumlah anggota DPR alias tidak memenuhi syarat minimal, ini dengan asumsi seluruh 560 anggota DPR hadir di paripurna.

Oleh karena itu, peluang untuk memakzulkan Presiden SBY hanyalah melalui people power seperti terjadi saat pelengseran Presiden Soeharto pada 1998 lalu. Sedangkan Wapres Boediono bisa dimakzulkan dengan memproses tindak pidananya dalam dugaan keterlibatannya di kasus Bank Century. Andaikan pemakzulan Wapres Boediono dilakukan secara politik melalui mekanisme DPR/MPR, maka akan terlalu memakan waktu lama dan berbelit-belit. Sehingga, peluang pemakzulan RI-2 bisa diawali melalui proses hukum tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Century di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, Wakil Ketua KPK M Jasin, Sabtu (6/3), sudah menyatakan bahwa ada indikasi kuat tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Century.

Hanya sekarang tinggal sikap KPK sendiri apakah benar-benar berani dan serius menindaklanjuti temuan adanya unsur tindak pidana korupsi di kasus Bank Century dengan menyeret para pejabat yang diduga terlibat? Sebab, kuncinya hanyalah ada keberanian atau tidak. Selain itu, faktor terpenting lainya adalah apakah DPR serius atau tidak menindaklanjuti kasus Bank Century dengan merekomendasi, mendorong dan mengawal KPK agar benar-benar melaksanakan proses hukum rekomendasi DPR terkait skandal Bank Century. Sebab, hukum hanyalah sekedar alat. Dan alat tersebut akan dapat beroperasi apabila digerakkan. Sepanjang tidak ada gerakan, dan tidak ada yang berani menggerakkan, maka hukum menjadi sekedar barang pajangan dan buku undang-undang cuma berupa kumpulan kertas usang tanpa makna.

KPK juga bisa mempidanakan para pejabat yang bertanggung jawab dalam kebijakan bailout Bank Century yang telah merugikan keuangan negara Rp 6,7 triliun. Kalau tidak salah, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Sjahril Sabirin dan Burhanuddin Abdullah dijebloskan ke penjara oleh KPK akibat kebijakan petinggi BI tersebut dinilai telah merugikan negara atau terbilang korupsi. Kita tidak tahu, apakah Sjahril Sabirin sekarang cepat-cepat dibebaskan dari penjara agar tidak mengiri kepada para pejabat tinggi yang bertanggung dalam kebijakan bailout Bank Century. Kalau pemidanaan Sjahril ini dibuat acuan, maka tidak semua kebijakan tak bisa dipidanakan. Dengan kata lain, tak semua kebijakan bebas dari hukum. Jadi, aneh kalau sekarang ada yang mengatakan bahwa kebijakan tidak bisa dipidanakan.

Dalam hal ini, KPK menyatakan perbedaan pandangan dengan Presiden SBY. KPK bersikap tegas bahwa sebuah kebijakan bisa dipidanakan. “Kebijakan itu bisa dipidanakan. Kita lihat apakah dalam proses pengambilan kebijakan itu terdapat unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain,” tegas juru bicara KPK, Johan Budi ketika jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/3) lalu. Menurutnya, sebuah kebijakan dikatakan menyimpang ketika dalam proses itu terdapat unsur melawan hukum. “Dari sisi proses, apakah ada unsur melawan hukum atau tidak,” tutur jubir KPK.

Yang harus diwaspadai adalah apabila partai politik (parpol) yang ada di DPR menjadikan tawar menawar atau tukasu kasus Century dengan kasus hukum yang menimpa kader parpol, alias dicincai untuk saling memetieskan kasus di masing-masing pihak. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), ada tujuh kasus yang menjerat anggota parpol pendukung opsi C ditengarai akan menjadi instumen transaksi penyelesaian kasus Century. Paslanya, setelah usai paripurna DPR, masyarakat sudah tidak memiliki akses lagi untuk memonitoring kinerja DPR dalam kasus Century, padahal di selang waktu ini berpotensi untuk terjadi transaksi dan barter sejumlah kasus yang membuat penyelesaikan kasus Century terputus.

Berikut adalah 7 kasus yang diduga berpotensi menjadi bahan transaksi antara DPR dan Pemerintah: (1) pidana pajak yang diduga melibatkan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie. Kasus ini terjadi diperusahaaan Bakrie Investindo dan Kaltim Prima Coal. Dirjen pajak telah meningkatkan kasus ini ketahap penyidkkan dengan satu tersangka. (2) kasus dugaan penggelapan pajak impor beras Induk Koprasi Unit Desa (INKUD) senilai Rp122 miliar. Kasus ini telah dilaporkan ke Bareksrim Mabes Polri. Dalam Laporannya INKUD meminta Polisi untuk memeriksa Ketua Pansus angket Bank Century Idrus Marham yang diduga mengetahui proses impor. Sabagi terlapor dalam kasus ini adalah politisi Golkar, Setya Novanto.

Kemudian (3) dugaan keterlibatan politisi PDIP Emir Moes dalam transaksi mencurigakan di Bank Century senilai Rp 5 milar. (4) kebijakan Releas and Discharge dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterbitkan di era Presiden Megawati. (5) dugaan Leter of Credit yang melibatkan politisi PKS Misbakhun. (6) rencana Peninjuan Kembali (PK) Kejaksaan Agung dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir yang melibatkan Politisi Gerindra, Muchdi PR. (7) dugaan Keterlibatan Ketua Umum Partai HANURA, Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM Timor-Timor.

ICW pun mengamati, dibukanya ketujuh kasus itu sebagai wujud transaksi operasi tersembunyi. Kalau hanya sampai pada tahap rekomendasi tanpa Pansus pun penegak hukum sudah berjalan. Untuk itu, DPR diharapkan melakukan langkah lanjutan yakni hak menyatakan pendapat. Memang snagat disesalkan, kesimpulan Pansus Century DPR kemarin tidak secara tegas merekomendasikan hak menyatakan pendapat DPR. Selain itu, Pansus tidak secara tegas meminta pejabat yang bertanggung jawab mundur. Pansus juga tidak berani memanggil SBY untuk dimintai keterangannya terkait Perppu No. 24/2008. Oleh karena itu, seharusnya DPR merekomendasikan kesalahan kebijakan untuk diproses secara hukum, dan kemudian untuk ditindaklanjuti oleh KPK. Kalau KPK bisa menjerat Menteri Keuangan Sri Mulyani, maka dengan sendirinya semua pejabat yang terlibat Century bakal bisa dijerat. Hanya permasalahannya adalah, apakah ada keberanian atau tidak dari KPK untuk melakukan hal itu?

No comments:

Post a Comment